160 Juta Masyarakat Bakal Divaksinasi

SIAR.Com, Jakarta — Sebanyak 160 juta penduduk yang beresiko tertular penyakit COVID-19 bakal memperoleh vaksin. Demikian hal itu terungkap dalam “Grand Design/Roadmap Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19” yang disusun Kementerian Kesehatan yang diperoleh SIAR.com.
Pemberian vaksin COVID-19 bertujuan untuk: Pertama, menurunkan kesakitan dan kematian akibat COVID-19; Kedua, mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) untuk mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat; Ketiga, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh; Keempat, menjaga produktifitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi.
Untuk empat tujuan itulah, pemerintah kemudian memutuskan untuk memberikan vaksinasi terhadap 80 persen masyarakat yang berisiko tertular COVID-19. Angka 80 persen diakui merupakan angka optimal, mengingat WHO hanya memberikan batasan vaksinasi untuk minimal 70 persen dari jumlah penduduk. Namun menjadi pertanyaan adalah berapa acuan jumlah penduduk yang dipakai, Kalau 160 juta dianggap 80 persen, berarti jumlah penduduk total hanya 200 juta. Sedangkan saat ini jumlah penduduk Indonesia menurut Data Kependudukan yang dikeluarkan oleh Dukcapil (Penduduk Catatan Sipil) Kemendagri sekitar 268 juta jiwa.
Pemberian terhadap 160 juta masyarakat tersebut bakal diberikan untuk:
1, Garda terdepan: Medis dan Paramedis. Contact tracing, pelayanan publik termasuk TNI/Polri, Aparat hukum sebanyak 3.497.737;
2. Masyarakat (tokoh agama/masyarakat), perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW), sebagian pelaku ekonomi, sebanyak 5.624.010;
3. Seluruh tenaga pendidik (PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan sederajat, PT) sebanyak 4.361.197;
4. Aparatur pemerintah (Pusat, Daerah dan Legislatif) sebanyak 2.305.689;
5. Peserta BPJS PBI sebanyak 86.622.867;
6. Masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya sebanyak 57.748.500.
Dengan target 160 juta penduduk, berarti vaksin yang harus disediakan sebanyak 320 juta dosis atau dua kali target. Sebab, pemberian vaksin untuk setiap orang sebanyak dua dosis. Vaksin dosis pertama untuk memunculkan imun dan dosis kedua untuk membooster imun tersebut. Jarak antara pemberian vaksin dosis pertama dan kedua minimal 14 hari.
Lalu vaksin dari mana yang bakal digunakan untuk program vaksinasi? Pemerintah sejauh ini telah mengadakan kerja sama pengadaan vaksin dengan Sinovac melalui BUMN Farmasi Biofarma, dengan Sinopharm melalui Kimia Farma-G42 UEA, dan melalui kerjasama GAVI (Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi)-CEPI (Koalisi Untuk Persiapan Epidemi) dan sumber-sumber lainnya.
Pemilihan vaksin COVID-19 didasarkan pada pertimbangan aspek standar kualitas, bermutu, aman serta kapasitas rantai dingin yang tersedia.
Dalam roadmap tersebut, Pemerintah juga telah mengestimasi kebutuhan vaksin COVID-10 berdasarkan sasaran dan ketersediaannya.
Vaksin Sinovac (Biofarma) diestimasi bisa untuk vaksinasi sebanyak 102.451.500 orang. Sementara vaksin dari Snopharm (Kimia Farma) untuk vaksinasi sebanyak 27 juta orang. Sedangkan vaksin dari GAVI-CEPI dan sumber-sumber lainnya untuk vaksinasi sebanyak 30.548.500 orang.
Meski semula Pemerintah menargetkan bakal mulai vaksinasi di bulan Nopember 2020, namun nampaknya bakal melampaui target awal. Dalam roadmap tersebut, target vaksinasi akan dimulai Januari 2021 dengan menggunakan vaksin dari Sinopharm (Kimia Farma). Sebab di bulan Desember 2020 baru tersedia dan memerlukan waktu untuk distribusinya,
Untuk vaksin Sinovac (Biofarma) yang uji klinis tahap 3 dilakukan di Bandung beberapa waktu lalu, ditargetkan bisa dimulai untuk pelaksanaan vaksinasi pada Februari 2021.
Sedangkan vaksin dari AMC GAVI dan sumber-sumber lain baru bisa diimport Juli 2021 dan di bulan itu untuk pengadaan dan distribusinya. Vaksin tersebut baru bisa digunakan mulai Agustus 2021. (Roadmap Vaksinasi/Joko Susilo)