BKSDA Pantau Gajah Lewat GPS Collar

SIAR.Com, Jakarta – Teknologi digital telah merambah di semua sektor kehidupan, termasuk di upaya konservasi sumber daya alam.
Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh kembali memasang satu unit GPS collar pada gajah yang sebelumnya terluka di wilayah Kabupaten Aceh Besar di hutan sekitar desa Panca, Gunung Biram, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh , Kamis (29/10/2018).
Gajah betina ini sebelumnya dilaporkan masyarakat kepada pihak BKSDA karena sudah menampakkan diri di wilayah itu selama beberapa minggu dan dilaporkan terdapat luka di bagian pangkal ekornya yang sudah memburuk, dilaporkan juga terdapat luka lain di bagian dada sebelah kiri.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Adji Prabowo mengatakan, alat GPS Collar ini bisa mendeteksi gajah yang sedang mengalami penanganan sehingga dapat dipantau pergerakan hariannya.
“Nantinya pergerakan gajah yang mengalami penanganan akan dipantau setiap beberapa jam sesuai pengaturan yang dikehendaki. Unit GPS akan mengirimkan titik koordinat dan dapat langsung dipantau di atas peta digital,” katanya melalui rilis resmi, Kamis (29/11).
Dia berharap, dengan data GPS Collar ini bisa memberi informasi lebih banyak tentang pergerakan habitat gajah dan keterhubunganya dengan habitat lainya di kabupaten yang berbeda.
Saat ini, ungkapnya, BKSDA Aceh telah berhasil memasang 6 GPS collar yang tersebar di beberapa habitat penting gajah di Aceh. Dari GPS yang sudah terpasang tersebut, empat diantaranya masih aktif dan memberikan informasi yang sangat penting terkait pola pergerakan gajah dan mengkonfirmasi faktor barrier alami yang mempengaruhinya. “Sehingga saat ini kita mengetahui beberapa kawasan yang sangat penting dan wajib dilakukan pengelolaan secara aktif untuk dapat menanggulangi konflik gajah secara permanen dan sekaligus sebagai langkah penting bagi upaya konservasi gajah.”
BKSDA Aceh, ujarnya, sekarang memiliki beberapa GPS Collar termasuk collar yang dipasang di Panca-Gunung Biram ini yang bersumber dari donasi Internasional Elephant Foundation (IEF) & Asian Elephant Support (AES) yang disalurkan melalui Pusat Kajian Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan (PKSL-FKH) Unsyiah.
Ketua PKSL-FKH Unsyiah, Wahdi Azmi menambahkan, pihaknya memposisikan diri mendukung tugas BKSDA Aceh sebagai otoritas pengelolaan konservasi yang telah diberikan mandat untuk itu.
“PKSL FKH Unsyiah dengan Wildlife ambulance program-nya mendapat benefit berupa berbagai sarana dan akses bagi pelatihan pendidikan bagi calon-calon dokter hewan muda dan membangun keahlian khusus satwa liar sebagai comparative advantage di dalam tubuh FKH satu-satunya di Sumatera ini. Saat ini beberapa staf pengajar FKH lainya membina langsung program wildlife ambulance ini diantaranya drh. Christopher Stremme; drh. Arman Sayuti; drh. Ryan Ferdian,” ungkapnya.
Wilayah operasi di kemukiman Gunung Biram ini merupakan kawasan yang bernilai historis bagi keberadaan gajah di Aceh. (Setia Ade Amarullah)
Foto : WWF