DPR Minta Pemerintah Tinjau Ulang PP 72 Tahun 2016

SIAR.com, Jakarta – Pemerintah diminta meninjau ulang Peraturan Pemerintah (PP) No 72 tahun 2016 tentang PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menjadi bagian dari PT Pertamina (Persero). Pasalnya, hal tersebut harus ada persetujuan terlebih dahulu dari DPR.
“Ada ketidak sepahaman pemerintah dengan DPR, salah satunya mengenai pengesahaan kekayaan negara berupa saham PGN ke Pertamina yang seharusnya ada persetujuan dari DPR,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir.
Hal itu mencuat saat Inas berbicara dalam Forum Group Discussion (FGD) yang bertema, “SK No. 39/MBU/02/2018 dan PP No. 06 Tahun 2018 Sebagai Solusi atau Bencana Dalam Tata Kelola Migas Nasional” yang diselenggarakan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Rabu (20/3) di Hotel Atlit Century Park, Jakarta.
Inas menyarankan, untuk kebaikan bersama (bangsa dan negara) PP tersebut harus ditinjau ulang dan dikembalikan ke DPR.
Pasalnya, jelas dia, dengan dikeluarkannya PP tersebut, mengakibatkan munculnya SK No. 39 Tahun 2018.
“Pemerintah belum berkoordinasi dengan DPR khususnya Komisi VI. Kan Komisi VI membawahi koorporasi sedangkan direksi Pertamina adalah urusan mengenai koorporasi,”lanjutnya.
Sebagai informasi, Komisi VI sendiri belum melihat penerbitan SK tersebut melalui kajian ilmiah. “Beberapa waktu lalu di rapat Panja Komisi VI DPR, saya mendapat kajian dari Kementerian BUMN tetapi tidak ada sama sekali kajian mengenai SK tersebut yang ada hanya mengenai holding Migas,” katanya.
Justru menurutnya, ada sesuatu dibalik perombakan Direksi Pertamina karena ada keterburu-buruan dalam penetapannya.
Sementara Presiden FSPPB, Noviandri sebagai moderator mengatakan, dari uraian beberapa narasumber kesimpulan FGD yaitu bahwa SK 39 dan PP 06 terbit tanpa adanya kajian komprehensif yang ditunjukkan dengan ketidakjelasan konsep holding Migas sehingga pada akhirnya menciptakan “kekisruhan” yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi PT Pertamina.
PP 06 tahun 2018, kata Noviandri, adalah baik namun tetap memerlukan koreksi, terkait dengan kewenangan saham dwi warna yang berpotensi menjadikan dualisme pengelolaan kebijakan strategis, antara Menteri BUMN dan Dirut Pertamina terkait dengan operasional PT PGN.
FGD juga menyimpulkan, persoalan yang ada perlu ditindaklanjuti dengan memperkuat proses usulan pembatalan SK 039 melalui PTUN dan melakukan judicial review terhadap UU 19 th 2003 dan PP 06 th 2018 sehingga terwujudnya eksistensi Pertamina sebagai soko guru perekonomian Indonesia yang sesuai amanat UUD 1945 pasal 33. (sadea)
Foto : SINDO