Economic Singulary Harus Diikuti Regulasi

SIAR.Com, Jakarta — Teknologi saat ini bisa menggantikan peran manusia di beberapa sektor pekerjaan. Perkembangan teknologi cepat atau lambat akan mendorong terciptanya babak baru, yaitu economic singulary. Artinya, teknologi kecerdasan buatan semakin berkembang, berdampingan dengan kecerdasan manusia.
Professor and Dean, Academy of Internet Finance and Internatioanal Business School, Zhejiang University, Ben Shenglin mengatakan, singulary sebenarnya ilmu dari bidang matematika kemudian diaplikasikan ke ekonomi dan ke depannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
”Singularity telah diperluas dari matematika ke ranah kecerdasan visual melalui buku oleh Raymond Kurzweii yang berjudul ‘The Singularity is Near’,” katanya kepada wartawan ketika acara Wisuda Universitas Prasetiya Mulya dengan tema Powering Indonesia’s Ascent to the Singularity Economy di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (11/12).
Shenglin menambahkan, dampak transformative dari kecerdasan buatan pada aktivitas ekonomi sudah tidak terbantahkan, Begitu juga pada pasar tenaga kerja. Akan tetapi sebagai teknologi yang masih baru. adaptasi dari kecerdasan buatan dalam bidang ekonomi dan finansial masih pada tahap awal dan akan memiliki dampak positif pada aktifitas ekonomi, lapangan pekerjaan dan kesejahteraan manusia, bila ada tuntunan dari peraturan yang positif dan efektif
“Pemerintah perlu mengeluarkan peraturan di bidang teknologi sehingga dampak sosial mengenai tenaga kerja bisa mempersiapkan diri,” katanya.
Data terbaru dari World Economic Forum (WEF) dengan judul The Future of Jobs 2018, mesin dan algoritma di lingkungan kerja diperkirakan akan menciptakan 133 juta peran baru dibandingkan dengan 75 juta pekerjaan yang akan digantikan pada tahun 2022, yang berarti pertumbuhan dari kecerdasan buatan dapat menciptakan 58 juta pekerjaan baru dalam beberapa tahun ke depan.
“Data tersebut mengandung arti, semakin menegaskan fakta sejarah bahwa, setiap pergeseran teknologi sejauh ini berakhir dengan terciptanya lebih banyak pekerjaan dari yang digantikan,” tambahnya.
Sementara itu Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Djisman Simandjuntak mengatakan, kecerdasan buatan mungkin akan mengurangi lapangan pekerjaan atau membuat banyak pekerjaan menjadi tidak lagi diperlukan, kebanyakan lebih kepada pekerjaan standar dan berulang. Hal tersebut akan memberikan waktu dan kesempatan yang lebih banyak kepada orang-orang untuk mengejar karir yang lebih kreatif dan menyenangkan.
“Institusi pendidikan sebagai lini terdepan dalam peningkatan kualitas generasi penerus harus mampu beradaptasi dengan cepat, menyesuaikan dengan keterampilan yang wajib dimiiki di masa depan. Pendidikan universitas harus membuka diri pada era baru dan memimpin, atau paling tidak mengikuti perubahan yang ada. Misi dari pendidikan tinggi tidak hanya untuk melatih dan mengembangkan bakat-bakat untuk masa ini saja tetapi juga mempersiapkan mereka untuk masa depan,” jelas Prof. Djisman.
Dalam wisuda yang diadakan di Jakarta Convention Centre (JCC) ini, Prasetiya Mulya tahun 2018 melepas 925 lulusan, terdiri dari 720 lulusan S1 dan 205 lulusan S2. Dari jumlah itu, 112 orang diantaranya berhasil meraih predikat terbaik, yaitu lulus dengan predikat Cumlaude, The Best in Class, The Outstanding Academic Achievement, The Outstanding Contribution dan The Best Contribution in Community Development.
Mengenai pilihan tema “Powering Indonesia’s Ascent to the singularity Economy”, Djisman menjelaskan, Prasetiya Mulya ingin mengajak para lulusannya untuk bersama mendukung Indonesia menuju Economic Singularity, salah satunya dengan mengedepankan kolaborasi antara sains, teknologi, dan kewirausahaan dan mendorong munculnya industri start up baru yang berbasis sains dan teknologi. (Setia Ade Amarullah)
Foto : SIAR.Com