Harga Batubara Naik Bikin PLN Jadi Pusing

SIAR.Com, Jakarta — Harga Batubara saat ini sedang mengalami kenaikan. Produsen batubara pasti akan bergembira dengan kondisi ini, tetapi tidak dengan PT PLN (Persero) sebagai konsumen. PLN harus menanggung Biaya pokok penyediaan (BPP) listrik cukup besar.
Menurut Founder & Principal, The Indonesia Economics Intelligence, Sunarsip, pada dasarnya harga batubara berbanding lurus dengan harga minyak. Ketika harga minyak naik maka harga batubata akan naik. Karena karakteristik sebagai energi primer itu lebih murah dibandingkan dengan harga sumber energi lainnya. Ketika harga minyak naik maka mereka akan mengganti sumber energi lain yaitu harga batubara sehingga demand batubara menjadi naik.
“Pemerintah seharusnya lebih konsen ke harga batubara karena trend harga batubara lebih cepet dan sering terjadi. Perlu diambil langkah oleh pemerintah agar harga batubara ini menjadi lebih terkendali, khususnya sektor ke-listrikan karena listrik kita komponen sumber energinya itu 60 persen masih dari batubara,” katanya di acara Diskusi Publik yang diadakan oleh Forum Pengembangan Ekonomi Masyarakat (FPEM) yang berjudul “Batubara Untuk Siapa” di Jakarta, Rabu (21/2).
Bank Dunia memperkirakan, nantinya harga batubara akan mengalami kondisi stabil, mengingat melemahnya permintaan terutama dari Tiongkok (China). “China punya kebijakan dengan inisiasi pengurangan konsumsi batubara, sekaligus beralih ke gas dalam rangka pengurangan,” katanya
Selain itu, ia menyoroti biaya penambangan batubara di Indonesia yang cenderung tinggi. “Biaya penambangan menyebabkan Harga Batubara Acuan (HBA) cenderung bergerak naik,” sorotnya.
Sunarsip menyarankan, untuk menekan biaya produksi yang tinggi “kudu” ada audit untuk meneliti dan menelusuri lebih jauh struktur biaya penambangan yang ada di Indonesia.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi mengatakan, berdasarkan UUD 1945 pasal 33 seharusnya batubara digunakan untuk kemakmuran rakyat.
“Seharusnya untuk semua sumber daya alam, digunakan demi kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran siapa siapa,” katanya.
Untuk harga batubara saat ini yang cukup tinggi, menurut Fahmy sudah pasti akan menaikkan harga pokok penyediaan listrik. Artinya, maka seharusnya menaikkan harga listrik.
Tetapi PLN tidak serta merta bisa menaikkan harga tarif listrik. Sebab, kenaikan harga tarif listrik sangat signifikan dengan kenaikan inflasi sehingga akan menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok akan naik.
“Apabila kebutuhan pokok naik, maka yang menderita adalah rakyat. Saya berharap PLN tidak menaikkan harga tarif listrik dikala harga batubara sedang tinggi, karena daya beli masyarakat masih rendah,” katanya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menentukan harga dasar batas atas dan batas bawah. Artinya apabila saat ini harga tinggi, perusahaan mestinya tidak mendapatkan keuntungan yang besar sekali dan sebaliknya apabila harga sedang turun perusahaan tidak mengalami kerugian yang besar.
Fahmi mencontohkan, apabila harga batas atas itu di angka US$ 65 per ton dan harga batas bawah US$ 55 per ton. Pada saat harga di atas US$ 65 per ton maka PLN akan membeli seharga US$ 65 per ton dan sebaliknya pada saat harga terpuruk dibawah US$ 55 per ton maka PLN harus tetap membeli dengan harga US$ 55 per ton.
Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, sebanyak 55-60 persen pembangkit listrik yang dioperasikan PLN menggunakan energi primer batubara. Ini mengakibatkan membengkaknya BPP PLN ketika harga batubara tinggi. “Artinya, naik turunnya harga batubara dalam setahun telah meningkatkan BPP listrik secara signfikan.”
Pemerintah, ujar Marwan, perlu diingatkan bahwa batubara adalah sumber daya alam (SDA) milik negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Seharusnya pengelolaan SDA batubara dilakukan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) bukan oleh perusahaan-perusahan swasta,” katanya.
Saat ini pemerintah dengan kebijakannya tidak berkeinginan untuk melindungi kepentingan negara dan rakyat dengan membuat kebijakan dan peraturah yang objektif dan berkeadilan.
“Oligarki penguasa dan pengusaha telah berperan sangat dominan untuk membuat kebijakan dan peraturan yang inkonstitusional dan tidak berpihak kepada rakyat,” jelasnya.
Marwan berharap, pemerintah segera menetapkan kebijakan dan peraturan harga khusus batubara kepada PLN melalui penerbitan Prespres atau Permen ESDM. Jika ini tidak dilakukan, maka dapat dikatakan Presiden telah melanggar konstitusi dan dapat diproses untuk dimakzulkan.
Dari data enam tahun terakhir, biaya komponen energi primer dan listrik swasta mengkontribusi sekitar 70 persen hingga 75 persen BPP listrik. Ini artinya, karena naiknya harga batubara, gas dan minyak dunia akhir akhir ini, tidak heran jika sejak Januari hingga Desember 2017, BPP listrik yang harus ditanggung PLN juga ikut naik. (sadea)
Foto : Doc.SIAR.Com