IRESS Gelar Webinar Pengelolaan Migas dengan Aplikasi Zoom

SIAR.Com, Jakarta — Pada saat pendemi Covid-19 seperti ini, social distance memang harus dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut. Diskusi atau seminar yang biasanya dilakukan di ruangan kali ini dilakukan secara online melalui aplikasi teleconference atau kata lain Web seminar (Webinar). Hal ini juga yang dilakukan Indonesia Resources Studies (IRESS) melakukan webinar tentang Pengelolaan Migas Konstitusional dalam Lingkup RUU Omnibus Law melalui aplikasi Zoom, Jumat (15/5).
Pada diskusi tersebut Direktur IRESS, Marwan Batubara mengatakan, dalam draft RUU Cipta Kerja, termuat rencana pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) yang akan berperan mengelola kegiatan usaha hulu migas.
“Pembentukan BUMNK adalah bagian dari klaster kemudahan berusaha dari 11 klaster RUU Cipta Kerja. Dalam hal ini, pemerintah dapat menugaskan Pertamina atau BUMN lain sebagai BUMNK,” katanya.
Marwan mengaku, belum mengetahui bagaimana akhir rencana tersebut apakah kelak akan dibentuk 1 atau 2 BUMN, yang berkaitan dengan peran SKK Migas ke depan.
“Hal ini tentu tak lepas dari kepentingan berbagai pihak untuk memperoleh manfaat. Telepas dari banyaknya kepentingan, pilihan yang diambil mestinya sesuai Pasal 33 UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi No.36/2012 dan kepentingan strategis nasional,” lanjutnya.
Sesuai Pasal 33 UUD 1945, tegas Marwan, negara harus berdaulat atas Sumber Daya Alam (SDA) migas. Bentuk kedaulatan dan penguasaan negara dapat terwujud melalui lima aspek kekuasaan yakni membuat kebijakan yang ada pada pemerintah, mengurus atau menerbitkan izin (pada pemerintah), mengatur dan membuat berbagai peraturan (pada pemerintah dan DPR), mengelola (pada BUMN), dan mengawasi (pada pemerintah dan DPR). Dengan demikian, SDA migas akan memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Mengingat pentingnya aspek pengelolaan eksploitasi SDA migas nasional, lanjutnya, maka badan usaha yang berperan melakukannya sangat penting diatur secara tegas dan terukur dalam RUU Cipta Kerja dan RUU Migas baru. Skema pengelolaan melalui Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dalam UU No.22/2001 harus diakhiri. Tidak ada alternatif lain, seperti telah diatur dalam UU No.8/1971, lembaga pengeloala tersebut harus ditetapkan sesuai konstitusi, yaitu berbentuk BUMN.
Menurut pria berkacamata ini, sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah melangkah cukup baik dengan membentuk Holding Migas di bawah kendali Pertamina. Karena itu, akan lebih relevan dan optimal jika holding tersebut disempurnakan dengan mengintegrasikan satu BUMN baru ke dalam Holding Migas, berperan menggantikan tugas dan fungsi SKK Migas saat ini. Hal ini sekaligus akan mensinergikan seluruh resources nasional dan mencegah benturan kepentingan antar BUMN.
“Untuk itu, berbagai tugas dan fungsi SKK Migas saat ini harus dievaluasi dan dipisahkan sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang terkait pengelolaan dan bisnis migas kelak dijalankan oleh BUMN baru yang bergabung ke holding. Sedangkan yang terkait aspek regulasi, non-bisnis dan pengawasan dapat dijalankan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas. Hal ini sekaligus untuk mencegah wewenang yang tumpang tindih dengan fungsi Kementerian ESDM,” tambahnya.
Sementara, Presiden Federasi Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar mengatakan, dalam konteks Undang-Undang Migas secara menyeluruh, pengelolaan Migas haruslah berorientasi untuk menerjemahkan amanat konstitusi (UUD 1945 Pasal 33) serta Tata kelola Migas yang berorientasi pada kepentingan Nasional.
“Negara bertindak dalam kapasitas Negara, dengan menimbang Negara adalah REGULATOR bukan OPERATOR atas penguasaan eksekusi bisnis secara langsung, maka terhadap pengelolaan minyak dan gas, negara menyerahkan hak penguasaan untuk pengusahaan migas dengan cara memberikan kuasa secara utuh kepada satu Badan Usaha Milik Negara yang 100% sahamnya milik Negara [PT Pertamina (Persero) yakni a) Demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Indonesia b) Salah satu cerminan UUD pasal 33 adalah UU no.8 tahun 1971 yang mengatur Tata Kelola Energi Primer Sektor Migas dan Undang-Undang baru dengan ruh UU no.8 tahun 1971, tidak terpengaruh oleh kepentingan asing c) Kekayaan di perut bumi dalam hal ini cadangan terbukti dari minyak dan gas yang memiliki nilai ekonomi, maka kepemilikan terhadap asset tersebut harus dikelola secara pembukuan di dalam laporan keuangan dari Badan Usaha Milik Negara yang 100% sahamnya milik Negara [PT Pertamina (Persero)] dapat di monetisasi dan diberikan kuasa secara utuh mengelola minyak dan gas bumi,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya, dalam pengelolaan minyak dan gas, Negara yang memiliki (mineral right) menyerahkan hak penguasaan (mining right) dan hak pengusahaan (economic right) migas dengan cara memberikan kuasa secara utuh kepada SATU Badan Usaha Milik Negara yaitu Pertamina selaku BUMN yang 100 % sahamnya dimiliki oleh Negara.
“a) Pemerintah dalam melaksanakan kuasa penguasaan Migas dari Negara harus dituangkan ke dalam pengaturan sebagai landasan hukum bagi kegiatan pengusahaan Migas yang bertujuan bagi kepentingan nasonal b) Tidak perlu dilakukan pembentukan Badan Usaha Khusus Baru sebagai pengganti BP Migas (yang telah dibubarkan) yang merupakan eksperimen (trial and error) dalam pengelolaan migas ‘merefer Putusan MK no. 36/PUU-X/2012 atas Uji materi UU Migas’ Pembentukan Badan Usaha Khusus Baru merupakan tindakan PemborosanAsset Negara c) Menolak pembentukan Badan Usaha Khusus baru yang tidak memiliki portofolio untuk menyelenggarakan pengusahaan di bidang Migas secara credible. Norwegia merupakan salah satu contoh Negara yang pernah membentuk Badan Usaha Khusus Baru namun dalam implementasinya GAGAL dan kembali ke dalam bentuk satu Badan Usaha Milik Negara. Umumnya negara – negara dengan satu BUMN (National Oil Company:NOC) yang disupport penuh oleh Pemerintahannya justru berhasil dalam mengembangkan industri Migas, sebagai contoh Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Venezuela, Brazil, Bolivia,” jelas Arie.
Arie juga mengatakan, pemikiran lain FSPPB mengenai RUU MIGAS yaitu, Pertamina sebagai pemegang kuasa pengusahaan Migas adalah sebuah BUMN dengan pengaturan khusus (lex specialis) dan terintegrasi secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Pengaturan Badan Usaha Hilir atas beban obligasi harus memiliki kualifikasi dukungan infrastruktur yang ditetapkan meliputi wilayah tertentu (remote). Penetapan harga Bahan Bakar Minyak PSO (Public Service Obligation) ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan secara periodik keterjangkauan harga bagi konsumen. (Setia Ade Amarullah)
Foto :