Kisruh Soal Penjualan Saham Daerah di Tambang Batu Hijau

SIAR.Com, Jakarta – Penjualan saham PT Newmont Nusa Tenggara yang dimiliki Pemda NTB melalui PT Daerah Maju Bersama (DMB) menuai protes, lantaran hasil penjualannya dianggap tak sesuai.
Sebagaimana diketahui, PT Amman Mineral Internasional (PT AMI) telah mengakuisisi 82,2% saham PT NNT. Dari jumlah saham itu, sebanyak 24% adalah milik PT Multi Daerah Bersama (MDB). Di MDB, 24% saham itu dipegang oleh Multi Capital sekitar 18% dan PT Daerah Maju Bersama (DMB) sebesar 6% yang merupakan perusahaan daerah yang sahamnya dimiliki oleh Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa dan Pemkab Sumbawa Barat.
Mestinya, persoalan jual beli saham itu tuntas tahun lalu. Namun hingga saat ini banyak pihak terutama masyarakat di Nusa Tenggara Barat yang menuntut kejelasan soal dana hasil penjualan saham tersebut.
Analis Pertambangan Nusa Tenggara Barat, Poetra Adi Soerjo mengatakan ada perbedaan dividen sehingga ada dugaan kerugian negara.
“Dividen yang seharusnya diterima Pemda NTB (PT PT DMB) adalah sebesar US$ 55.541.814. Sedangkan, realisasi penerimaan dividen Pemda NTB (PT DMB) setelah dikurangi kewajiban hutang pada PT Multi Capital adalah US$ 7.382.422 (US$34 juta dikurangi US$ 26.617),” katanya baru-baru ini di acara Diskusi Publik “Transparansi Divestasi Newmont Nusa Tenggara, di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta.
Sehingga ada dugaan kerugian negara/Pemda dari bagian dividen atas kepemilikan saham pada PT NNT hingga tahun buku 2011 adalah sekitar US$48.159.392 atau setara Rp436,709 miliar (US$ 55.541.814 dikurangi US$ 7.382.422).
Sedangkan, berdasarkan laporan dan penyataan resmi Pemda NTB maupun direksi BUMD (PT DMB), hingga tahun 2011 total deviden bagian daerah yang sudah diterima adalah sebesar US$ 34 juta. Sementara untuk laporan keuangan PT BRM untuk tahun 2011-2010 dinyatakan Tahun Buku 2010 Piutang pada PT DMB adalah Rp26.509.600.000 dan Tahun Buku 2011, piutang pada PT DMB adalah sebesar Rp241.368.201.000.
“Artinya, berdasarkan Laporan Pemda dan BUMD NTB dinyatakan total dividen yang sudah diterima dari konsorsium PT DMB hingga tahun 2011 adalah sebesar US$34 juta. Tetapi di sisi lain, berdasarkan Laporan keuangan PT BRM, nilai hutang BUMD NTB (PT DMB) hingga tahun 2011 membengkak menjadi Rp 241,368 miliar (US$26,617 juta),” jelasnya.
Menurutnya, Rakyat NTB berhak marah dan memaksa pemerintah provinsi dan PT DMB sendiri untuk menjelaskan secara jelas. Berapa sebenarnya pembelian saham, kenapa hanya Rp400 milar.
“Kita sebagai rakyat juga bisa membaca di laporan keuangan ada angka Rp500 miliar dan Rp 2,6 triliun, sehingga harus bisa dijelaskan secara baik kepada rakyat,” katanya.
Sementara itu Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara mengatakan, kasus ini mulai ada kisruh sejak 2008 sampai dengan adanya sidang arbritase selama setahun dengan keputusan Indonesia menang.
Menurutnya kisruh terjadi karena perusahaan asing itu (Newmont) memanfaatkan sejumlah oknum di dalam negeri. Kemudian, saat pemerintah ketika itu menyatakan tidak berminat membeli saham Newmont pada tahun 2009, di sini alasannya dicari-cari, tetapi memang ada saham itu bisa dikuasai oleh swasta melalui Multi Capaital yang lalu bergabung dengan DMB.
Lanjutnya, menurut konstitusi, saham ini seharusnya di kuasai oleh negara melalui BUMN bukan berarti nantinya BUMD tidak boleh mendapatkan saham. “Seharusnya dibentuk konsorsium BUMN dan BUMD untuk mendapatkan saham itu bukan justru ingin agar langsung didapat oleh daerah dan daerah bekerjasama dengan swasta lalu ternyata swasta yang mendapat saham lebih besar dan mengontrol saham itu,” katanya.
Menurutnya, penjualan terhadap saham tersebut adalah melanggar konstitusi. Sementara uang yang diperolah daerah akibat adanya transaksi ini perlu di jelaskan kemana larinya dan harus sampai kepada daerah.
Lanjutnya, semua pihak pihak yang bertanggung jawab terlibat pengambil keputusan ini juga dituntut untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Nilai saham 6 persen milik DMB yang dihargakan sekitar Rp 400 miliar lebih itu juga masalah besar. Apalagi hingga saat ini uang penjualan saham belum juga diterima lunas oleh pemerintah daerah. Standarnya apa dan bagaimana sehingga harga saham DMB hanya sekitar Rp 400-an miliar. Padahal kan bisa dihitung nilai 6 persen saham itu, nilainya sekitar Rp 2,1 triliun,” kata Marwan. (Sadea)
Foto : Antara