Peluang Pendanaan Riset di Uni Eropa

SIAR.Com, Jakarta — Beberapa waktu lalu, sekitar 200 peneliti dari seluruh Indonesia hadir dalam acara seminar bertajuk Hari Riset Eropa 2019 (European Research Day 2019) pada akhir Oktober 2019 lalu. Acara yang diselenggarakan oleh Uni Eropa dan negara-negara Anggotanya bertujuan mendapatkan berbagai informasi peluang pendanaan terkait penelitian di Eropa dan beasiswa yang tersedia bagi mereka.
Wakil Ketua Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Charles-Michel Geurts mengatakan, kegiatan yang difasilitasi oleh EURAXESS ASEAN ini bertujuan agar para peneliti Indonesia terdorong untuk menghasilkan penelitian yang berstandar internasional, serta berkontribusi bagi ilmu pengetahuan di tanah air dan hasil penelitiannya dapat diterapkan. Uni Eropa telah lama mempromosikan kerja sama internasional dalam kegiatan riset, menuju masyarakat dan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.
“Kolaborasi penelitian internasional merupakan kerja sama yang sangat penting. Eropa, Indonesia dan ASEAN perlu bekerja sama untuk mengembangkan solusi inovatif dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, keamanan pangan, energi dan penyakit menular,” tutur Charles-Michel Geurts melalui keterangan tertulisnya, akhir pekan lalu.
Ribuan mahasiswa dan peneliti dari Indonesia dan ASEAN, jelasnya, telah mendapat manfaat belajar di lembaga pendidikan tinggi dan memperoleh beasiswa riset di Eropa, melalui program-program seperti Erasmus plus, Horizon 2020, dan skema pendanaan bilateral lainnya.
Sementara itu Regional Representative EURAXESS ASEAN Simon Grimley mengatakan, Uni Eropa mendukung kerja sama riset antara Eropa dan ASEAN melalui EURAXESS ASEAN. “EURAXESS ASEAN adalah inisiatif unik yang menghubungkan para peneliti di ASEAN dengan Eropa dengan memberikan layanan informasi dan dukungan yang memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan karir penelitian mereka di Eropa, atau bekerja dengan mitra penelitian Eropa,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Eijkman, Sangkot Marzuki menyampaikan pentingnya landasan yang kuat untuk dapat menghasilkan penelitian ilmiah yang berbobot. “Penelitian ilmiah membutuhkan keahlian, inovasi dan sumber daya yang mumpuni,” katanya.
Sangkot juga mengatakan, Indonesia perlu memelihara budaya keunggulan ilmiah, mobilitas internasional dan kegiatan penelitian kolaboratif yang merupakan kunci dari upaya tersebut.
Eksekutif Direktur Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI), Teguh Rahardjo mengatakan, di tahun 2016, dengan dukungan dari pemerintah, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mendirikan DIPI untuk menyediakan riset yang berkelanjutan dan mempromosikan budaya ilmiah untuk meningkatkan kualitas riset dan produktivitasnya.
“Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana riset di area penelitian umum. Namun demikian, kami mendorong para sivitas penelitinya untuk bekerjasama dengan mitra internasional dalam memanfaatkan dana hibah penelitian, untuk semakin memperkuat kapasitas kegiatan penelitian kita,” ungkapnya.
Sedangkan Direktur Nuffic-Neso Indonesia, Peter Van Tuijl dalam kesempatan ini mempresentasikan bantuan pendanaan Pemerintah Belanda tentang program riset serta pendidikan S2 dan S3 di Belanda.
“Saat ini 13 dari 14 universitas riset di Belanda yang dibayai oleh negara, sudah masuk dalam 200 besar peringkat dunia sehingga kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia, untuk menikmati layanan pendidikan tinggi dan pengalaman yang diakui dunia,” ungkapnya. (Setia Ade Amarullah)
Foto : EURAXESS ASEAN