Pemerintah Minta Pelaku Industri E-commerce Patuh Bayar Pajak

SIAR.Com — Pemerintah berencana untuk mewajibkan pedagang online untuk memiliki nomor identifikasi pajak (NPWP) mulai tahun ini. Hal itu merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kepatuhan dalam industri e-commerce yang tumbuh cepat.
PT Tokopedia dan PT Bukalapak.com akan menjadi salah satu perusahaan e-commerce yang akan meminta penjual harus memiliki NPWP, sebagai syarat untuk beroperasi di platform mereka,
Menurut Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Robert Pakpahan, Tokopedia dan Bukalapak akan menyerahkan laporan transaksi bulanan kepada pemerintah. “Kami ingin meningkatkan penegakan pajak tetapi kami tidak ingin menakut-nakuti perusahaan startup,” katanya di Jakarta baru-baru ini.
Sebagaimana diketahui, industri e-commerce telah berkembang dengan pesat yang ditandai dengan perkembangan toko online dengan vendor yang menawarkan berbagai barang, mulai dari lemari es hingga peralatan dapur. Bahkan sampai vendor yang menawarkan iPhone terbaru yang seringkali tanpa menyatakan pendapatan.
McKinsey & Co memperkirakan, penjualan perdagangan online di Indonesia akan tumbuh hingga US$ 65 miliar pada 2022 dari US$ 8 miliar pada 2017.
Salah satu marketplace, yaitu Bukalapak telah melaporkan 60 persen pertumbuhan tahunan penjualnya pada bulan Juni lalu.
Mulai bulan Juli, pemerintah menurunkan pajak penghasilan final untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi 0,5 persen dari 1 persen, dan memberikan masa transisi selama tujuh tahun sebelum menerapkan tarif normal.
Pedagang di Medsos
Pedagang yang melakukan usahanya di media sosial seperti Instagram, mungkin terhindar untuk saat ini, karena “Penegakannya tidak akan semudah itu,” kata Pakpahan akhir September lalu.
Pemerintah juga menggunakan informasi dari bank untuk menangkap penghindar pajak besar, katanya. Di bawah kerangka Pertukaran Informasi Otomatis (AEOI) yang disahkan menjadi undang-undang pada bulan Agustus 2017, bank domestik membagikan rincian setoran minimal Rp1 miliar (US$ 66.000) dengan pejabat pajak.
“Jika simpanannya cukup besar, saya akan bisa mendapatkan rincian rekening bank melalui AEOI dan menanyakan tentang sumber uangnya,” kata Pakpahan. “Itu sebabnya manajemen data sangat penting.”
Pemerintah telah mengalokasikan setidaknya Rp 3 triliun pada tahun 2025 untuk mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen datanya.
Indonesia juga mulai berbagi informasi tentang pajak dan keuangan dengan mitra AEOI-nya, termasuk dengan Singapura dan Swiss, sejak minggu lalu. Upaya tersebut dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan rasio produk domestik pajak-ke-bruto menjadi 13% pada 2020 dari target sebesar 11,6% tahun ini. (Bloomberg/Joko Susilo)
Foto : StitchLabs