Pemerintah RI Menangi Gugatan Arbitrase Melawan Churcill Mining Plc

SIAR.Com, Jakarta — Akhirnya Majelis Tribunal International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) menolak gugatan perusahaan tambang Churcill Mining Plc terhadap Pemerintah Indonesia. Dengan demikian, Pemerintah RI berhasil lepas dari tuntutan sekitar US$ 2 miliar yang diajukan perusahaan tambang itu ke arbitrase internasional.
Putusan tersebut diambil ICSID pada sidang di Washington, Amerika Serikat, Selasa (6/12). Dalam sidang putusan tersebut, ICSID menolak gugatan Churcill Mining ke Pemerintah Indonesia untuk membayar ganti rugi sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 26,8 triliun. ICSID bahkan memerintahkan kepada Churcill Mining dan Planet Mining Plc untuk membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan Pemerintah RI sebesar US$ 8,6 juta atau Rp 114,3 miliar.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, kemenangan ini merupakan sinyal positif sekaligus alarm bagi investor asing yang ingin bermain-main dengan Indonesia.
“Atas kerja keras, 6 Desember kita memenangkan gugatan ini. Ini pertama kalinya kita memenangkan sidang arbitrase dan mendapat dana kompensasi,” ujar Yasonna di Kantor Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (8/12).
Putusan ini, lanjutnya, akan menjadi sinyal kuat bagi para investor agar beritikad baik dalam menanamkan sahamnya di Indonesia. Perusahaan asing tak bisa lagi memanfaatkan kelemahan hukum yang ada di Indonesia untuk mencari keuntungan.
Sebagaimana diketahui, Churcill dan Planet mendaftarkan gugatannya ke ICSID pada tanggal 22 Juni 2012 dan 26 Desember 2012 berdasarkan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia. Kedua perusahaan tambang tersebut menggugat pemerintah Indonesia dengan dasar serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi tidak langsung, perlakuan tidak adil dan seimbang.
Churcill dan Planet merasa investasinya di Indonesia dirugikan karena empat Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP) Eksploitasi keduanya dicabut oleh Bupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010. Empat IUP itu dicabut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur karena terindikasi palsu berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006-2008.
Empat konsesi tersebut ternyata merupakan hutan produksi sehingga semestinya harus ada izin dari Menteri Kehutanan. Namun Menteri Kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin.
Sebagai informasi, Churchill Mining Plc mulai mengeksplorasi batu bara sejak 2008. Perusahaan ini masuk ke Kalimantan, mengakuisisi 75 persen perusahaan lokal bernama Ridlatama Group. Perusahaan mengklaim telah menemukan cadangan batubara sebesar 2,73 miliar ton. Dengan cadangan ini, Churcill memperkirakan potensi penghasilan mereka sekitar US$700 juta sampai US$1 miliar per tahun selama kontrak berlangsung yaitu 20 tahun. (Ade)
Foto : KetikKetik