Pertamina Diterpa Berbagai Isu di Akhir Tahun

SIAR.Com, Jakarta — Saat ini Pertamina diserang dari segala penjuru. Mulai dari isu monopoli harga avtur bahkan sampai dengan pengangkatan Komisaris Utama. Isu isu yang menerpa Pertamina ke depannya diperkirakan bakal akan menjadi lebih hebat
Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, Pertamina bukanlah lembaga otonom bebas berbuat sesuka hati tanpa kontrol.
“Di atas manajemen Pertamina ada Pejabat-pejabat eksternal yang menjadi komisaris, sebagai pengawas dan pengendali perusahaan,” katanya, di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (19/12).
Pertamina, lanjutnya, juga berada di bawah kendali Menteri BUMN, Menteri ESDM hingga Presiden Republik Indonesia. Karena itu, rakyat pun layak menggugat pejabat-pejabat negara tersebut hingga ke tingkat Presiden. Para petinggi negara ini layak pula dituntut bertanggungjawab atas kekacauan pengelolaan Pertamina.
Marwan mengungkapkan, kekacauan di Pertamina berupa produksi migas turun, kilang BBM tidak terbangun, defisit neraca perdagangan dan defisit neraca berjalan telah berlangsung lama. Sementara itu, posisi para Menteri dan Presiden Jokowi jauh di atas posisi manajemen Pertamina. Karena itu, jika manajemen Pertamina telah menimbulkan kekacauan, minimal sejak 2-3 tahun lalu, lantas mengapa pemerintah tidak melakukan perbaikan? Bukankah para Menteri terkait dan Presiden bisa mengganti manajemen Pertamina, setiap saat? Mengapa pemerintah membiarkan para subordinates “pengacau” tetap bercokol di Pertamina?
Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura, Inas Nasrullah mengatakan pernyataan yang memojokkan Pertamina itu sama saja meremehkan keberhasilan Jokowi.
“Selama 5 tahun ini pemerintah sudah bisa membenahi Pertamina, tetapi memang belum semuanya. Salah satu contohnya masalah mafia migas,” kata pria yang pernah manjadi Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membawahi BUMN yang notabene membawahi BUMN Migas Pertamina.
Pemerintah, ujar Inas, mampu mengantisipasi pergerakan mafia-mafia migas di tingkat perseroan dengan membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim ini dibentuk pada November 2014 yang diketuai oleh Faisal Basri.
Menurut Inas, permasalahan yang sedang dihadapi Pertamina sebetulnya adalah soal keuangan, sekitar Rp70 triliun utang pemerintah ke Pertamina belum dibayar. “Apabila keuangan yang menjadi masalah itu, memang hal tersebut sedang terjadi saat ini, ” katanya.
Pembicara lain, mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu mengatakan, Pertamina saat ini adalah tempat di mana orang menyembunyikan kekacauan.
“Sebenarnya masalah yang ada adalah orang yang ingin memanfaaatkan Pertamina, contohnya tentang harga avtur tetapi yang disalahkan Pertamina,” ungkapnya
Pada saat itu harga avtur Pertamina tinggi sehingga mengakibatkn harga tiket pesawat mengalami kenaikan.
Sedangkan Pengamat Energi, Ugan Gandar menambahkan, memang banyak statement yang mendeskriditkan pertamina tetapi tidak terekspos.
“Saat ini memang media sosial menjadi peran yang utama untuk menyebarkan berita-berita menjadi viral,” jelas pria yang pernah menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) selama 11 tahun.
Saat ini Pertamina merupakan persero yang termasuk BUMN terbesar yang memberikan deviden dan pemasukan kepada pemerintah, yaitu kurang lebih Rp 121 triliun pada tahun 2018.
“Jadi kalau dari aspek keuangan, Pertamina sudah membantu Pemerintah,” ungkapnya.
Lanjutnya, layanan Pertamina dalam mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM), elpiji, dan lain lainnya tidak ada masalah. Pertamina juga sudah mencoba mengoptimalkan produksi sehingga saat ini tidak mengimpor avtur dan solar. (Setia Ade Amarullah)
Foto : Pertamina