Tujuh PKP2B Bisa Perpanjang Kontraknya

SIAR.Com, Jakarta — Dalam lima tahun kedepan setidaknya ada tujuh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I yang akan habis masa kontraknya. Ketujuh PKP2B tersebut bisa mendapatkan perjanjangan masa kontrak selama 20 tahun (2 x 10 tahun), Rabu (20/11), di Grha Bimasena Hotel Dharmawangsa Jakarta.
Direktur Jenderal Pertambangan Batu Bara dan Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono mengatakan, sepanjang memenuhi ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), maka para pemegang PKP2B bisa secara otomatis mendapatkan perpanjangan kontrak.
“Kami fair saja. Perpanjangan kontrak sudah tertulis dalam undang-undang (PKP2B diatur oleh UU Pertambangan No. 11/1967, red), namun kendati otomatis bisa diperpanjang, wilayah PKP2B tidak seluas wilayah semula,” katanya.
Ketujuh PKP2B itu adalah PT Arutmin Indonesia (habis masa kontrak pada 1 November 2020), PT Kendilo Coal (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025). Adapun PT Tanito Harum, yang masa kontraknya habis pada Januari 2019 perpanjangan kontraknya dibatalkan oleh Menteri ESDM periode 2014-2019 Ignasius Jonan.
Sementara Mantan Menteri Pertambangan dan pendiri Bimasena, Soebroto menyarankan kepada pemerintah agar lebih intensif membahas semua permasalahan dengan para pengusaha, termasuk membahas masalah mengenai industri batu bara.
“Dahulu pemerintah dan pengusaha sangat intensif membahas berbagai isu. Pemerintah sekarang juga sebaiknya bisa seperti dulu,” sarannya.
Tentang kepastian investasi, Ketua ESDM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sammy Hamzah mengapresiasi baik kepastian regulasi mengenai perpanjangan kontrak yang disampaikan oleh Dirjen Minerba.
“Pemerintah akan menghormati kontrak yang berlaku, meski luas wilayahnya diperkecil,” kata Sammy.
Sammy menambahkan, dunia sedang menghadapi masa transisi menuju energi yang lebih bersih. Berbagai data menunjukkan energi baru terbarukan dalam 10 tahun mendatang bisa menggantikan energi fosil. Oleh karena itu, pemerintah dan para pemangku kepentingan, khususnya para pengusaha batu bara perlu segera menetapkan road map (blue print) yang jelas terhadap batu bara.
“Batu bara perlu diletakan pada puzzle yang mana, industri batu bara butuh kepastian segera karena high capital dan high risk,” ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia meminta pemerintah memperbaiki iklim investasi, termasuk di sektor pertambangan batu bara. Salah satu satu yang mempengaruhi iklim investasi pertambangan batu bara adalah kebijakan yang selalu berubah-ubah, seperti domestic market obligation (DMO).
“Itu yang menyebabkan daya tarik investasi Indonesia tertinggal dari negara lain seperti Vietnam,” kata Hendra.
Dalam diskusi tersebut, Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, struktur perekonomian yang sangat bergantung pada komoditas, termasuk komoditas tambang seperti batu bara memang tidak ideal. Sebab komoditas akan sangat bergantung pada harga di pasar dunia sehingga perekonomian sebuah negara yang bergantung pada komoditas tersebut bisa naik dan turun dengan cepat.
“Pemerintah perlu melakukan transformasi struktur ekonomi yang tidak lagi bergantung pada komoditas. Namun, transformasi itu butuh waktu dan tidak bisa tiba-tiba atau dengan serta merta pemerintah meninggalkan sektor batu bara. Hal ini disebabkan kontribusi batu bara sangat tinggi sebagai penyumbang penerimaan negara, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dan PBB (pajak bumi dan bangunan),” katanya.
Piter menyarankan, Pemerintah harus menyiapkan perencanan yang detail agar investasi pertambangan batu bara tetap terjaga dan Pemerintah perlu memberi kepastian hukum agar minat investasi pertambangan batu bara yang lama dan baru tetap terjaga. (Setia Ade Amarullah)
Foto : SIAR.Com