UNDP dan KLHK Batasi Pemakaian Merkuri

SIAR.Com, Jakarta — Program Pembangunan Perserikatan Bangsa bangsa (United Nation Development Program: UNDP) dan Global Enviroment Facility (GEF) menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) meluncurkan sebuah proyek untuk mendukung upaya Indonesia dalam mengurangi penggunaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)/ Artisanal and Small-scale Gold mining (ASGM), dan meningkatkan kondisi hidup para penambang emas skala kecil di Indonesia.
Resident Representative UNDP Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, dari produk komunikasi seperti ponsel pintar hingga barang perhiasan, emas telah menjadi komoditas yang dicari sehari-hari. Namun masih banyak yang belum mengetahui resiko penambangan emas.
“Proyek ini nantinya akan mendukung ribuan komoditas penambangan rakyat di Indonesia untuk mendapatkan kondisi hidup yang lebih layak, sementara pada saat yang sama mengakhiri dampak kesehatan dan lingkungan yang disebabkan merkuri,” katanya pada acara Inception Workshop The Launch of the GEF-GOLD Child Project, di Hotel Borobudur, Selasa (26/3).
Emas, ujar Christophe, bukan hanya sekedar logam mulia yang berharga, emas juga banyak dijumpai di produk sehari hari. Tetapi, tidak banyak yang menyadari risiko penambangan emas, yaitu efek bahaya dari merkuri yang digunakan untuk proses penambangan.
“Merkuri berbahaya bagi kesehatan para penambang emas di akar rumput di Indonesia, serta merusak lingkungan. Dengan mengurangi penggunaan merkuri secara signifikan, inisiatif UNDP ini akan memperbaiki taraf hidup ribuan penambang emas dan keluarganya, serta menghentikan efek berbahaya merkuri terhadap lingkungan,” tambahnya.
Sementara Head of Environment Unit UNDP Indonesia, Agus Prabowo mengatakan, tujuan besar yaitu menyadarkan masyarakat terutama penambang sekala kecil untuk tidak lagi menggunakan merkuri karena merkuri itu bahan yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.
“Saat ini merkuri sangat mudah didapatkan dan dengan alasan kepraktisan, ketidaktahuan, ekonomis hingga saat ini masih dipakai. Saya ingin mengajak pemangku kepentingan agar kesehatan masyarakat lebih dipentingkan,” katanya.
Dari sisi teknologi, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral BPPT Dadan Moh. Nurjaman mengungkapkan, BPPT telah melakukan riset sejak tahu 2014 untuk memastikan teknologi alternatif dalam menggantikan merkuri.
“Ada beberapa tipe emas yang ada di Indonesia sehingga perlu beberapa tipe teknologi juga yang harus dipergunakan,” katanya.
Secara garis besar, jelasnya, ada dua tipe emas, yaitu emas primer dan emas sekunder. Emas sekunder yang biasa kita lihat di sungai-sungai atau di dataran-dataran rendah itu karena ukuran partikel emasnya relatif kasar, kita bisa introduksi dengan metode gravitasi, nanti langsung mendapat konsentrat emas langsung, melalui pembakaran langsung, sehingga emas langsung bisa diambil itu lebih sederhana tanpa menggunakan bahan kimia.
Sedangkan untuk tipe primer, adalah emas yang ada di bukit-bukit atau di gunung-gunung dan sebagian besar tambang rakyat Indonesia adalah mengusahakan tipe primer. Itu sangat sulit diolah secara gravitasi, itu harus menggunakan bahan kimia. Sekarang pertimbangannya adalah bahan kimia apa yang bisa digunakan untuk proses bleaching itu harus mempertimbangkan itu bisa dioperasionalkan oleh tambang rakyat nilai ekonomisnya besar mudah diperoleh dan dampaknya adalah itu bisa dikelola.
Ada beberapa bahan kimia yang sudah kita coba, beberapa diantaranya adalah sianida, biosulfat dan lain-lain. Efisiensinya ternyata yang sampai saat ini adalah sianida untuk emas tipe primer.
“Sianida itu mudah didestruksi. kami sudah menemukan teknologi mendestruksi secara cepat sianida dalam 4 jam dari 200 PPM sisa pengolahan menjadi di bawah 5 bahkan mendekati 1 ppm. Jadi kalau sampai 1 PPm, itu relatif aman prinsipnya. Teknologi yang dikembangkan adalah bisa efisien menghasilkan recovery, emasnya tinggi dan limbahnya itu bisa dikelola sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan,” tambahnya.
Sementara Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata yang menyerukan kepada negara- negara untuk mengembangkan rencana aksi untuk membatasi penggunaan merkuri dalam penambangan emas skala kecil dan artisanal.
“Proyek ini memiliki peran penting untuk mengimplementasikan Konvensi Minamata dan meningkatkan kesejahteraan komunitas penambang skala kecil serta menyelamatkan pendapatan negara dari pemanfaatan sumber daya alam dan mineral sekaligus melindungi lingkungan,” katanya.
Proyek lima tahun sebesar US$ 6,7 juta ini akan mendukung komunitas penambang rakyat di provinsi Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Riau. Penggunaan merkuri di enam Komunits ASGM diperkirakan akan dibatasi sedikitnya lima metric ton per tahun (15 metrik ton) pada akhir proyek.
Proyek ini juga akan mendukung lembaga-lembaga terkait dalam menyusun kebijakan dan/atau kerangka kerja peraturan untuk membatasi penggunaan merkuri, meningkatkan akses komunitas penambang terhadap pembiayan pengadaan teknologi pemprosesan bebas merkuri melalui bimbingan teknologi dan alih teknologi untuk mendukung formalisasi PESK, serta sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya merkuri. (Setia Ade Amarullah)
Foto : Doc.SIAR.Com